Pantai Karang Nini adalah suatu pantai yang terletak di Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Pantai ini memiliki kisah legenda mengenai asal-usul penamaannya. Bagaimana ceritanya?
Berikut ini cerita rakyat (folklore) legenda Asal-usul Pantai Karang Nini dalam bahasa Inggris beserta dengan terjemahannya:
The Origins of Nini Coral Beach
Once upon a time there lived an old husband and wife. They are Ki Arga Piara and Nini Ambu Kolot. Even though they live modestly and have no children, Ki Arga Piara and Nini Ambu Kolot live their days happily.
To meet the needs of Ki Arga Piara works as a fisherman. Every day Ki Arga Piara goes to sea. When night falls and returns the next morning, some of the fish they catch are sold to the market and some are used as side dishes. Meanwhile, Nini Ambu Kolot is busy taking care of the house every day.
That afternoon,
Ki Arga Piara: "Nini, my body seems a bit weak."
Nini Ambu Kolot: "If you are not healthy, you should not go to sea first."
Ki Arga Piara: "It's okay Nini, after all, our rice supply is almost finished."
Nini Ambu Kolot: "Ok, but if you are tired, go home quickly, don't push yourself too much."
Ki Arga Piara also rowed his boat into the middle of the sea. His not-so-healthy condition made him look tired, but Ki Arga Piara continued to row his boat. Ki Arga Piara stopped rowing. He then threw his net into the sea. But not a single fish caught in the net. Ki Arga Piara threw his net again into the sea and still didn't get any fish. Ki Arga Piara did not give up. Over and over he threw his nets. But really, unfortunately, he didn't get a single fish, until finally Ki Arga Piara experienced extreme exhaustion.
Morning arrived. The morning was like the previous mornings. Nini Ambu Kolot prepares breakfast for Ki Arga Piara who will be home soon until the sun is over his head, Ki Arga Piara has not yet returned. Nini Ambu Kolot began to feel anxious and she decided to go to the beach. There he saw many boats that had been anchored but there were no boats belonging to Ki Arga Piara. A neighbor who saw Nini Ambu Kolot suddenly came to him.
"It's unusual for Nini to be at the beach this afternoon."
"I'm looking for Ki Arga Piara, do you see him?"
"Ki Arga Piara until this afternoon he has not come home".
Neighbor Nini Ambu Kolot was also worried that Ki Arga Piara had not returned from fishing even though it was past noon. He also helped ask other neighbors. We're going to get some firewood and hopefully he's just sleeping in his boat.
Nini knew that her neighbor was comforting her anxious heart, but nevertheless the anxiety could not go away from Nini Ambu Kolot's heart and it got even bigger as her neighbor's boat set out to look for Ki Arga Piara.
When the sun was about to set on the western horizon, the neighboring boats began to dock to the shore. Sorry Nini, we haven't been able to find Ki Arga Piara, the wind is too strong. Early tomorrow morning we will continue our search. Nini better go home first, the wind is getting stronger.
Nini Ambu Kolot is alone on the beach with the light getting dim. Suddenly Nini Ambu Kolot sat down on her knees "Oh my God, bring my husband home.". Nini Ambu Kolot was surprised to see a rock suddenly appear in front of her and she was even more surprised when a voice sounded:
"Your husband is dead and this rock is his incarnation."
Nini Ambu Kolot, who felt sad over her husband's departure, couldn't help but cry. He then prayed:
"Oh my God, I accept this as your destiny, but make me a rock here so that I can accompany my husband.".
A strong wind suddenly came, and immediately Nini Ambu Kolot turned into a rock. God has granted what Nini Ambu Kolot asked for. Since then the beach where Nini Ambu Kolot turned into a rock is known as Karang Nini beach, while the rock which is the incarnation of Ki Arga Piara is called Bale Kambang.
Terjemahannya:
Asal-usul Pantai Karang Nini
Pada zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang sudah berusia lanjut. Mereka adalah Ki Arga Piara dan Nini Ambu Kolot. Meskipun hidup seadanya dan tidak mempunyai anak, Ki Arga Piara dan Nini Ambu Kolot menjalani hari-harinya dengan penuh bahagia.
Untuk memenuhi kebutuhan Ki Arga Piara bekerja sebagai nelayan. Setiap hari Ki Arga Piara berangkat melaut. Ketika malam tiba dan kembali keesokan paginya, sebagian ikan hasil tangkapannya dijual ke pasar dan sebagian lainnya dijadikan lauk pauk. Sedangkan Nini Ambu Kolot setiap harinya sibuk mengurus rumah.
Sore itu,
Ki Arga Piara: "Nini badanku seperti agak lemas."
Nini Ambu Kolot: "Kalau kurang sehat sebaiknya tidak usah melaut dulu."
Ki Arga Piara: "Tidak apa-apa Nini, lagipula persediaan beras kita sudah hampir habis."
Nini Ambu Kolot: "Baiklah, tapi kalau sudah capek cepatlah pulang jangan terlalu memaksakan diri."
Ki Arga Piara pun mendayung perahunya ke tengah laut. Kondisinya yang tidak terlalu sehat membuat ia terlihat kelelahan, namun Ki Arga Piara terus mendayung perahunya. Ki Arga Piara berhenti mendayung. Dia kemudian melemparkan jalanya ke laut. Namun tidak seekor ikan pun menyangkut di jalanya. Ki Arga Piara melemparkan lagi jalanya ke laut dan masih belum mendapatkan ikan. Ki Arga Piara tidak menyerah. Berulang-ulang dia melemparkan jalanya. Namun sungguh sayang , tidak seekor ikan pun yang ia dapatkan, hingga akhirnya Ki Arga Piara mengalami kelelahan yang amat sangat.
Pagi pun tiba. Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya. Nini Ambu Kolot menyiapkan sarapan untuk Ki Arga Piara yang sebentar lagi pulang hingga matahari sudah sampai di atas kepala, Ki Arga Piara belum juga pulang. Nini Ambu Kolot mulai dilanda kecemasan dan ia memutuskan untuk pergi ke pantai. Di sana dia melihat banyak perahu yang sudah berlabuh tapi tidak ada perahu milik Ki Arga Piara. Seorang tetangga yang melihat Nini Ambu Kolot, tiba-tiba datang kepadanya.
"Tidak biasanya Nini siang-siang begini berada di pantai."
"Aku mencari Ki Arga Piara, apakah engkau melihatnya?
"Ki Arga Piara hingga siang begini dia belum pulang".
Tetangga Nini Ambu Kolot pun ikut cemas mengetahui Ki Arga Piara belum pulang dari melaut padahal sudah lewat tengah hari. Dia pun membantu bertanya kepada tetangga-tetangga lainnya. Kami akan mencari kayu bakar dan semoga saja dia hanya ketiduran di atas perahunya.
Nini tahu bahwa tetangganya itu sedang menghibur hatinya yang cemas, tapi bagaimanapun juga kecemasan tidak bisa hilang dari hati Nini Ambu Kolot dan bahkan semakin besar seiring perahu tetangganya yang berangkat mencari Ki Arga Piara.
Ketika matahari hendak tenggelam di ufuk barat terlihat perahu tetangganya mulai merapat ke pantai. Maafkan kami Nini, kami belum berhasil menemukan Ki Arga Piara, angin terlalu kencang. Besok pagi-pagi sekali kami akan melanjutkan pencarian. Sebaiknya Nini pulang dulu, angin semakin kencang.
Nini Ambu Kolot seorang diri di pantai dengan cahaya yang semakin temaram. Tiba-tiba Nini Ambu Kolot duduk bersimpuh "Ya Tuhan bawalah suami hamba pulang.". Nini Ambu Kolot terkejut melihat sebuah batu karang tiba-tiba muncul di depannya dan ia semakin terkejut ketika suatu suara terdengar:
"Suamimu sudah meninggal dan batu karang ini merupakan penjelmaannya."
Nini Ambu Kolot yang merasa sedih atas kepergian suaminya itu hanya bisa menangis. Dia pun kemudian berdoa:
"Ya Tuhan aku terima ini sebagai takdirmu, tapi buatlah aku menjadi batu karang di sini agar bisa menemani suamiku.".
Angin kencang tiba-tiba datang, dan seketika itu pula Nini Ambu Kolot berubah menjadi batu karang. Tuhan telah mengabulkan apa yang diminta oleh Nini Ambu Kolot. Sejak itulah pantai tempat Nini Ambu Kolot berubah menjadi batu karang itu dikenal dengan nama pantai Karang Nini, sedangkan batu karang yang merupakan penjelmaan Ki Arga Piara disebut dengan Bale Kambang.